Jakarta | Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang sekitar Rp 23,2 miliar dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 3 hakim Pengadilan Negeri Surabaya dan seorang pengacara. Uang ini berbentuk berbagai pecahan mata uang.
“Ada 6 lokasi penggeledahan,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).
Berdasarkan penggeledahan di rumah pengacara LR di Surabaya, ditemukan uang tunai Rp 1,19 miliar, USD 451.300 (sekitar Rp 6,76 miliar), dan SGD 717.043 (sekitar Rp 8,6 miliar). Kemudian di apartemen LR di Menteng, Jakarta Pusat, ditemukan uang tunai Rp 2,126 miliar, bukti catatan keuangan, dan handphone.
Sedangkan penggeledahan di rumah hakim ED di Surabaya mendapati uang tunai Rp 97,5 juta, uang tunai SGD 32 ribu (sekitar Rp 380 juta), RM 35.992,25 (sekitar Rp 125,9 juta), dan sejumlah alat elektronik.
Kemudian, hasil penggeledahan di rumah hakim ED di Semarang, Jawa Tengah, ditemukan uang tunai USD 6 Ribu (sekitar Rp 90 juta), uang tunai SGD 300 ribu (sekitar Rp 3,6 miliar), dan sejumlah barang elektronik.
Berikutnya, penggeledahan di apartemen hakim HH di Surabaya mendapati uang tunai Rp 104 juta, USD 2.200 (sekitar Rp 26,4 juta), SGD 9.100 (sekitar Rp 109 juta), uang tunai 100 ribu Yen (sekitar Rp 10,2 juta) dan sejumlah barang elektronik.
Terakhir, pengeledagan di apartemen Hakim M di Surabaya mendapatkan uang tunai Rp 21,4 juta, SGD 35.000 (sekitar Rp 413 juta), dan sejumlah barang bukti elektronik. “Kita menduga barang bukti ini seluruhnya terkait dengan suap yang dilakukan LR,” jelas Qohar.
Sebelumnya, Kejagung resmi menetapkam 3 hakim berinisial ED, HH, dan M sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap dari pengacara LR untuk membebaskan terdakwa Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
“Setelah dilakukan pemeriksaan pada hari ini Jaksa Penyidik pada Jampidsus menetapkan 3 orang hakim atas nama ED, HH dan M, serta Pengacara LR sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).
Qohar mengatakan, penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik menemukan adanya dugaan kuat tindak pidana korupsi. Para tersangka juga langsung dilakukan penahanan.
Para hakim sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat (2) Juncto Pasal 6 Ayat (2) juncto pasal 12 huruf e juncto pasal 12B juncto pasal 18 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara pemberi suap dijerat dengan pasal 5 ayat (1) juncto pasal 6 ayat (1) juncto pasal 18 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.