Jakarta | Mahkamah Agung (MA) menjelaskan aturan bahwa penangkapan hakim harus melalui perizinan ketua MA. Juru Bicara MA, Yanto, mengatakan penangkapan yang membutuhkan izin ketua MA adalah penangkapan selain operasi tangkap tangan (OTT).
“Itu dalam hal ketua, wakil ketua, dan hakim dapat dilakukan penangkapan oleh Jaksa Agung dengan seizin ketua MA, kecuali dalam hal tertangkap tangan tidak perlu izin,” kata Yanto dalam konferensi pers di gedung MA, Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya juga dilakukan lewat cara OTT. Berdasarkan aturan, OTT tidak perlu izin ketua MA.
“Kecuali ketangkap tangan. Jadi kalau ketangkap tangan nggak perlu izin,” kata dia.
Aturan mengenai izin penangkapan hakim itu ada dalam UU Nomor 8 Tahun 2004. Di situ dijelaskan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan pejabat negara terhadap hakim harus seizin Ketua Mahkamah Agung (MA).
“Yang memerlukan izin Ketua MA itu kalau tidak tertangkap tangan. Seperti itu, jadi tidak perlu izin,” tambahnya.
Berikut adalah aturannya:
UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Pasal 26
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal:
a. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b. Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati; atau
c. Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Seperti diketahui, Kejagung menyita uang Rp 20 miliar terkait dugaan suap dan gratifikasi 3 hakim PN Surabaya atas vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Uang itu merupakan hasil penggeledahan di 6 lokasi.
“Selain penangkapan, tim penyidik juga melakukan penggeledahan ada di beberapa tempat di beberapa titik terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi penyuapan dan/atau gratifikasi sehubungan dengan perkara tindak pidana hukum yang telah diputus di Pengadilan Negeri Surabaya atas nama terdakwa Ronald Tannur,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Rabu (23/10).
Saat ini, Kejagung telah menetapkan 4 orang tersangka yang terdiri atas 3 hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Hanindya (HH). Kemudian, satu orang tersangka lainnya ialah Lisa Rahmat (LR), pengacara Ronald Tannur selaku pemberi suap.
“Penyidik menemukan adanya indikasi kuat bahwa pembebasan Ronald Tannur tersebut diduga ED, HH, M, dan menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR,” jelasnya.