Jakarta | Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas memastikan dirinya telah menandatangani persetujuan kenaikan tunjangan profesi hakim.
“Terkait tunjamgan hakim, saya kemarin telah mendapatkan arahan dan kami sudah tandatangan pengajuan terkait dengan tunjangan hakim,” kata Anas usai acara Gebyar Pelayanan Prima 2024 di Jakarta Selatan, Selasa (8/10).
Dia tidak menyebut secara detail kenaikan tunjangan itu. Hanya saja, pihaknya sudah menggodok secara cepat sejumlah skenario sembari dikoordinasikan langsung bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
“Beberapa skenario yang sekarang sedang kita koordinasikan secara cepat bersama Menteri Keuangan dan diharmonisasi dengan Menkumham dan Sekneg,” jelasnya.
Lebih lanjut, mantan Bupati Banyuwangi ini juga mengungkapkan bahwa dirinya sudah melakukan komunikasi dengan beberapa Kementerian dan Lembaga terkait, pada Senin sore (7/10). Adapun hasilnya, seluruh K/L tinggal menunggu Sekretariat Negara untuk segera menerbitkan formula baru terkait tunjangan hakim di seluruh Indonesia.
“Kami kemarin langsung approve (kenaikan tunjangan hakim) untuk kami kirim ke Setneg. Mudah-mudahan tidak terlalu lama segera akan ada formula terkait dengan tunjangan untuk hakim yang ada di berbagai daerah di Indonesia,” bebernya.
Meski begitu, Anas memastikan pihaknya telah memberikan persetujuan sesuai dengan ketentuan. Bahkan khusus tahun ini, pihaknya telah membuka formasi halim dengan cukup besar jumlahnya.
“Tentu Kementerian PANTB telah memberikan berbagai persetujuan sesuai dengan ketentuan. Mulai formasi hakim yang tahun ini cukup besar, begitu juga terkait dengan SDM yang ada di MA yang secara bertahap kita tuntaskan,” pungkasnya.
Sebelumnya, salah seorang bagian dari Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengeluhkan besaran gaji dan tunjangan hakim yang dianggap terlalu kecil. Atas hal itu, pihaknya mengajukan kenaikan tunjangan sebesar 242 persen. Alasannya, gaji hakim tak pernah naik sejak 12 tahun lalu.
Padahal, sejumlah pihak selalu mengatakan bahwa seorang hakim harus menyelesaikan urusan hidupnya sendiri dan harus merdeka dalam mengambil keputusan. “Kami tidak berharap kaya kok, tapi bagaimana bila hakim-hakim tidak merdeka dalam persoalan finansial,” terang seseorang itu.
Keluhan itu disampaikan karena hakim adalah satu-satunya pejabat negara yang dilarang memiliki usaha atau bisnis. Berbeda dari pejabat negara lain yang masih boleh memiliki usaha.
Sementara itu, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suharto menuturkan, sebenarnya pimpinan MA telah melakukan proses agar segera diterbitkan peraturan pemerintah (PP) yang baru menggantikan PP 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim.
Draf PP baru itu telah diusulkan sejak tahun lalu. “Posisinya sebenarnya keluarnya PP pengganti tersebut,” terangnya kepada Jawa Pos kemarin.
PP baru itu telah diterbitkan di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB). Terdapat delapan item yang diusulkan MA ke Kemen PAN-RB. Namun, empat baru yang disetujui. Yakni, gaji pokok, tunjangan hakim, uang pensiun, dan tunjangan kemahalan.