Jokowi Resmi Ubah UU Kementerian Negara, Jumlah Menteri Sesuai Kebutuhan

Jakarta | Presiden RI Joko Widodo resmi menandatangani perubahan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 mengenai Kementerian Negara.

Perubahan ini mulai berlaku pada 15 Oktober 2024, dan membawa perubahan signifikan pada struktur pemerintahan Indonesia, khususnya terkait jumlah kementerian yang dapat dibentuk oleh presiden.

Salah satu poin penting dari perubahan tersebut adalah revisi Pasal 15, yang memberikan kewenangan lebih luas kepada presiden dalam menentukan jumlah kementerian.

Kini, jumlah kementerian tidak lagi dibatasi, berbeda dengan aturan sebelumnya yang membatasi maksimal 34 kementerian.

“Jumlah keseluruhan kementerian yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden,” demikian bunyi Pasal 15 dalam UU Kementerian Negara yang baru.

Perubahan ini mendapat perhatian publik, terutama terkait rencana Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang berencana membentuk 44 kementerian, sesuatu yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan dengan UU yang lama.

Fleksibilitas ini diharapkan dapat membantu pemerintahan baru dalam memenuhi kebutuhan pembangunan dan pengelolaan urusan negara yang semakin kompleks.

Secara keseluruhan, ada enam perubahan utama yang tercantum dalam revisi UU Kementerian Negara ini:

  1. Penyisipan Pasal 6A, yang memungkinkan pembentukan kementerian baru berdasarkan sub-urusan pemerintahan selama memiliki keterkaitan dengan urusan pemerintahan.
  2. Penyisipan Pasal 9A, yang mengatur bahwa penulisan, pencantuman, dan pengaturan unsur organisasi kementerian dapat diubah oleh presiden sesuai dengan kebutuhan pemerintahan.
  3. Penghapusan penjelasan Pasal 10, sebagai dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi nomor 79/PUU-IX/2011.
  4. Perubahan Pasal 15, yang mengatur jumlah kementerian dapat ditetapkan oleh presiden sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan.
  5. Perubahan judul BAB VI, menjadi “Hubungan Fungsional Kementerian dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Lembaga Nonstruktural, dan Lembaga Pemerintah Lainnya,” sebagai penyesuaian terhadap terminologi yang baru.
  6. Penambahan ketentuan pemantauan dan peninjauan terhadap UU yang tercantum dalam Pasal II.

Perubahan ini diharapkan dapat memberikan presiden fleksibilitas lebih besar dalam mengatur struktur pemerintahan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Namun, di sisi lain, publik juga mengawasi bagaimana kebijakan baru ini akan diimplementasikan dalam pemerintahan mendatang, serta dampaknya terhadap efektivitas birokrasi dan pelayanan publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *