Lingga | Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit tanaman bonsai pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri) Tahun Anggaran 2021, mulai menemui titik terang.
Kepala Dinas Perkim Lingga, Saparudin yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris DPRD Lingga dan istri Bupati Lingga Maratusoliha disebut-sebut terlibat dalam kasus yang mencuat dalam beberapa hari ini.
Berdasarkan hasil penelusuran pada sirup.lkpp.go.id, paket pengadaan bibit tanaman tersebut, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2021 dengan jumlah pagu dana sebesar Rp290.440.000.
Selanjutnya, pagu dana tersebut dipecah menjadi 4 kegiatan dan dikerjakan oleh 4 perseroan komanditer yakni CV. Singkep Pesisir Jaya dengan nilai kontrak Rp47.716.364, CV. Aulia Flora Rp47.716.364, CV. Putera Bertuah Rp49.041.818 dan CV. Mayada Wijaya Rp48.600.000.
Musfaidi alias Boim, pengusaha tanaman bonsai di Daik Lingga mengaku, pengadaan tanaman bonsai pada Dinas Perkim Kabupaten Lingga Tahun Anggaran 2021 itu, merupakan usulannya kepada istri Bupati Lingga, Maratusoliha.
Akhirnya, pucuk dicinta ulam pun tiba. Keinginan Boim untuk mendapatkan rekomendasi pengadaan tanaman bonsai untuk Gedung daerah dikabulkan istri Bupati Lingga. Jumlahnya 48 pohon dengan nilai Rp195.000.000.
“Jelasnya 48 pohon. Harganya variatif. Paling kecil Rp200 ribu per pohon dan ada 2 pohon yang harganya Rp15 juta. Saya menawarkan barang dan bikin harganya. Kita ibu Bupati kasih rekom,” ungkapnya.
Menurut Boim, tanaman bonsai sebanyak 48 pohon itu, didistribusikannya ke Gedung daerah pada bulan Mei 2021 jauh sebelum APBD-P disahkan oleh DPRD Kabupaten Lingga. Namun, pembayarannya dicicil dan secara tunai hingga hampir setahun lamanya.
Boim tidak tahu menahu kalau penawaran harga tanaman bonsai yang diajukannya sebesar Rp195.000.000 itu, di-mark up oleh Dinas Perkim menjadi Rp290.440.000. Begitu juga soal pembayarannya menggunakan jasa 4 perseroan komanditer, Bom tidak tahu menahu.
“Saya tidak tahu kalau penawaran harga saya di-mark up atau digelembungkan. Begitu juga soal pembayaran, saya tidak tahu pakai CV. Saya dibayar tunai, bukan ditransfer ke rekening. Itu pun dicicil sampai 1 tahun,” bebernya.
Berdasarkan bukti Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor : 32.06/04.0/000160/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21, CV. Mayada Wijaya menerima transfer dari kas daerah sebesar Rp48.600.000.
Selanjutnya, melalui SP2D Nomor : 32.06/04.0/000161/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21, CV. Singkep Pesisir Jaya menerima transfer sebesar Rp47.716.364, CV. Putera Bertuah dengan SP2D Nomor : 32.06/04.0/000162/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21 menerima transfer sebesar Rp49.041.818.
Terakhir, CV. Aulia Flora dengan SP2D Nomor : 32.06/04.0/000164/LS/1.04.2.11.0.00.01.0000/P.04/12/21, menerima transfer sebesar Rp47.716.364.
Meski bukti pembayaran bonsai itu sudah dilakukan serentak pada tanggal 4 Desember 2021 dengan system transfer ke rekening 4 perseroan komanditer tersebut, namun Boim tetap dibayar secara tunai dan dicicil hingga 1 tahun lamanya.
Direktur CV. Putera Bertuah, Tri Kadarisman ketika dihubungi belum memberikan respon.