Jakarta | Surat-surat kepemilikan tanah tradisional seperti Letter C, Petuk D, landrente, dan girik akan segera kehilangan statusnya sebagai bukti sah kepemilikan tanah. Mulai tahun 2026, dokumen-dokumen ini tidak lagi diakui sebagai bukti resmi kepemilikan, meskipun masih bisa digunakan sebagai referensi dalam proses pendaftaran tanah.
Perubahan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, yang mengharuskan masyarakat untuk segera mendaftarkan tanah dengan bukti kepemilikan adat sebelum batas waktu yang ditentukan. Artinya, masyarakat yang masih menggunakan dokumen tradisional ini harus segera meningkatkan status kepemilikan tanah mereka agar dapat diakui secara hukum sebagai pemilik tanah resmi.
Masyarakat pun diimbau agar tidak menunda proses pendaftaran ini. Status kepemilikan tanah perlu ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), yang diakui sebagai bukti resmi kepemilikan tanah berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Dengan adanya sertifikasi yang lebih modern dan diakui secara hukum, masyarakat dapat lebih tenang dalam memiliki dan mengelola tanah mereka tanpa khawatir terhadap sengketa atau gangguan lain yang mungkin muncul di masa mendatang.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kejelasan hukum atas hak kepemilikan tanah di Indonesia. Dengan SHM, setiap pemilik tanah akan memiliki bukti yang diakui resmi, sehingga proses jual beli, warisan, dan penggunaan lahan menjadi lebih terstruktur dan aman.
Masyarakat diimbau untuk segera mengunjungi kantor BPN setempat atau menggunakan layanan elektronik yang tersedia untuk memperbarui status kepemilikan tanah mereka sebelum tahun 2026.