Solo | Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo tengah melakukan investigasi dugaan kasus penyelewengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di salah satu cabang bank BUMN yang ada di Pasar Kembang, Solo. Diduga penyelewengan itu membuat negara rugi hingga Rp 4 miliar.
Kepala Kejari Solo, DB Susanto, mengatakan penyelidikan dilakukan terhadap penyaluran dana KUR yang terjadi pada periode 2021. Saat ini penanganan tersebut sudah naik hingga di tahap penyidikan.
“Kegiatan penyelidikan yang sudah kita lakukan beberapa waktu yang lalu itu, akhirnya dari tim penyelidik menyimpulkan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan,” kata Susanto kepada awak media, Minggu (15/9/2024).
Dia mengatakan, kasus ini terungkap dari perjalanan proses pembayaran dari debitur. Pada tahun 2021 itu, kantor cabang bank BUMN itu mendapatkan 241 debitur yang mengajukan kredit melalui program KUR.
“Dari program tersebut ada sebanyak 241 debitur yang mengajukan permohonan, dan telah disalurkan sebanyak Rp 5,571 miliar,” jelasnya.
Dalam proses itu ternyata oknum petugas bank menggunakan jasa penghubung atau calo, dalam mencari debitur. Mereka ditugaskan untuk mengumpulkan orang-orang yang membutuhkan utang.
Mereka melakukan kegiatan rekayasa data, dokumen kredit, pada berkas pinjaman yang seolah-seolah peminjam tersebut memiliki kegiatan usaha. Saat pinjaman itu cair, petugas itu lantas mengutip biaya jasa sebesar 10 persen dari nilai pinjaman.
Penyaluran yang tidak sesuai dengan ketentuan itu membuat banyak pinjaman yang kemudian macet sehingga potensi kerugian mencapai Rp 4,434 miliar.
“Modusnya, misalnya saya sebagai petugas, memang kalau di bank ini kan jasa, memang dituntut target. Dengan target ini mereka mencari dengan cara seperti itu tadi. Misalnya si A (debitur), akhirnya dapat (pinjaman) Rp 30-45 juta, hingga terkumpulah Rp 4 miliar itu. Kemudian proses angsurannya itulah yang menjadi kendala. Bagaimana tidak, karena itu fiktif,” urainya.
Dalam proses investigasi kasus ini, Kejari Solo bekerja sama dengan pihak internal bank. Pihaknya terus mengumpulkan alat bukti, dan barang bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.
“Saat ini kami sedang mengumpulkan alat bukti, ada saksi, ada keterangan ahli, surat, yang mana nanti akan kita simpulkan pihak mana yang paling bertanggung jawab. Tapi dari arah yang kita sampaikan, biasanya pelakunya pengambil keputusan. Pengambil keputusan siapa, itu yang sedang kita cari, dan kita perdalam,” sambungnya.
Susanto menjelaskan, kasus ini berpotensi melanggar Keputusan Presiden nomor 19 tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Selain itu ada beberapa UU yang dilanggar.
“Kita arahkan kepada Pasal 2 dan juga Pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya.