Janji Palsu Dinikahi Oleh Oknum TNI, Membawa Luka Bagi KAR.

Jambi – Ketika kepercayaan dikhianati dan harapan dibalas luka, hanya keadilan yang mampu memulihkan martabat yang telah direnggut. Itulah yang dirasakan oleh KAR (28), seorang perempuan asal Simpang Tiga Sipin, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi. Ia mengaku menjadi korban pelecehan dan penelantaran janji oleh seorang oknum TNI AD berpangkat Prajurit Satu (Pratu) berinisial AL, yang juga dikenal dengan nama lengkap Pratu Amsal Manulang dari Yonif 132/Bima Sakti.

Janji Palsu dan Luka yang Dalam

Hubungan yang awalnya dibangun atas dasar kepercayaan dan cinta, berubah menjadi mimpi buruk bagi KAR. Ia menyebut Pratu AL telah menjanjikan pernikahan, namun kemudian mengingkarinya. Tak hanya dikhianati secara emosional dan moral, KAR juga harus menanggung beban sosial yang berat: rasa malu, stigma masyarakat, dan kehancuran harga diri serta martabat keluarganya.

“Janji-janji AL kepada saya sungguh sangat memalukan, membuat harga diri saya dan martabat keluarga hancur. Oleh karena itu saya membuat laporan ke Polisi Militer II Jambi pada 20 Juni 2024,” ujar KAR, saat ditemui pada Jumat (11/7/2025).

Namun, alih-alih mendapatkan keadilan, KAR justru menghadapi tembok birokrasi yang dingin dan membisu. Laporan yang ia ajukan sudah lebih dari satu tahun belum membuahkan hasil berarti. Ia bahkan mengaku menerima perlakuan tak pantas dan hinaan dari pihak keluarga AL.

Prosedur Panjang Tanpa Kepastian

KAR mengungkapkan bahwa dirinya sempat dipanggil oleh Madenpom II Jambi pada 16 Agustus 2024 untuk dimintai keterangan. Namun sejak saat itu, tidak ada perkembangan atau transparansi hasil pemeriksaan.

“Saya diperiksa, tapi hasilnya sampai sekarang nihil. Tidak ada kejelasan. Saya hanya ingin keadilan,” tambahnya lirih.

Kekecewaan KAR terhadap institusi militer sangat mendalam. Ia berharap Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, dapat turun tangan langsung menangani kasus ini. Baginya, ini bukan sekadar soal pribadi, tapi juga menyangkut integritas institusi militer di mata masyarakat sipil.

Respons Terlapor yang Membingungkan

Dikonfirmasi oleh wartawan, Pratu Amsal Manulang justru terkesan tidak memberikan jawaban yang tegas. Dalam pesan singkat yang dikirimkan Jumat malam (11/7/2025), Amsal menjawab dengan nada defensif dan mengaku bahwa laporan tersebut sudah diketahui oleh pimpinan batalyonnya sejak tahun lalu.

“Surat itu sebelumnya sudah sampai juga sama pimpinan saya tahun kemarin, dan sudah diketahui oleh pihak staf 1 Intel batalyon saya pak,” tulis Amsal, sambil menyebut sedang berada di lokasi latihan dengan sinyal yang buruk.

Namun yang mengejutkan, bukannya memberikan klarifikasi, Pratu Amsal justru meminta “petunjuk” dari wartawan yang mewawancarainya, seolah bingung atau enggan memberikan penjelasan.

Diamnya Aparat, Sunyinya Keadilan

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Madenpom II Jambi, Yonif 132/Bima Sakti, maupun Mabes TNI terkait proses hukum yang berjalan. KAR dan keluarganya kini berada di tengah pusaran rasa malu, tekanan sosial, dan kekecewaan atas lambannya penanganan hukum terhadap laporan yang sudah diajukan lebih dari setahun.

Kasus ini menjadi cermin buram penanganan internal militer terhadap dugaan pelanggaran etik dan hukum yang dilakukan anggotanya. Masyarakat sipil pun kembali dihadapkan pada kenyataan getir: bahwa pelapor kerap kali harus berjuang sendiri menghadapi tembok birokrasi yang lamban dan kerap abai terhadap keadilan.

Seruan untuk Panglima: Jangan Biarkan Kasus Ini Tenggelam

KAR hanya satu dari banyak perempuan yang menjadi korban janji palsu dan relasi kuasa tidak setara. Jika aparat penegak hukum, dalam hal ini institusi militer, tidak menunjukkan komitmen serius menuntaskan kasus ini, maka bukan tidak mungkin akan lahir korban-korban berikutnya.

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto diminta membuka mata dan turun langsung, agar tidak ada lagi korban yang terpinggirkan dalam diam. Kasus ini bukan sekadar pelanggaran pribadi, tapi juga menyangkut wibawa dan kredibilitas TNI di mata rakyat.

“Kami hanya rakyat kecil, yang kami punya hanyalah kehormatan. Ketika itu dirusak, maka kami berhak mendapatkan keadilan,” pungkas KAR, penuh luka namun tetap berharap. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *