Batam | HUT Persaja menjadi hari istimewa bagi para jaksa, karena hari ini digelar upacara peringatan hari jadi ke-74 Persatuan Jaksa Indonesia atau Persaja, organisasi profesi yang tak pernah lelah mengukuhkan marwah kejaksaan di republik ini.
“Upacara ini bukan sekadar seremonial,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepri Teguh Subroto membuka upacara peringatan HUT ke-74 Persaja, dengan nada tegas.
Ia megatakan, Ini adalah cermin Refleksi, sebuah pengingat atas amanah besar yang kita emban sebagai penegak hukum.
Meski ulang tahun resmi Persaja jatuh pada 6 Mei, dan upacara baru digelar seminggu kemudian, namun semangat yang menyelimuti aula Kejari Batam pagi itu tak luntur sedikit pun. Dalam balutan seragam cokelat kebanggaan, para jaksa larut dalam narasi panjang perjalanan organisasi yang lahir pada tahun 1951 itu. Awalnya bernama PERSADJA, dan mengalami transformasi berkali-kali sebelum kembali mematri nama PERSAJA.
Dengan tema “PERSAJA Bersinergi Mendukung Institusi Wujudkan Asta Cita Penegakan Hukum”, terasa bukan hanya slogan, tapi tekanan moral.
Dari podium, Kajati Kepri menggarisbawahi peran strategis Persaja dalam membumikan nilai hukum, mulai dari reformasi sistem pidana, advokasi di Mahkamah Konstitusi, hingga edukasi tentang KUHP baru.
“Jaksa bukan sekadar profesi, Ia adalah amanah, Ia adalah kunci rahasia kesejahteraan umum,” ucap Teguh mengutip pesan legendaris mantan Jaksa Agung R. Soeprapto.
Tak hanya sejarah yang diulas, tapi makna simbol. Lambang Persaja dijabarkan tuntas: dari kepak sayap enam bulu yang melambangkan tanggal 6 Mei, perisai lima sudut, hingga pedang yang mencerminkan keberanian dalam menegakkan hukum. Semua bukan sekadar hiasan di dada, tapi kompas moral.
Di tengah derasnya arus digitalisasi dan globalisasi, tantangan jaksa kian kompleks. Kejahatan lintas negara, disinformasi digital, hingga tekanan politik menjadi medan baru. Persaja, lewat seminar, jejaring global, hingga upaya memasukkan jaksa ke ranah internasional seperti IAP, disebut terus memperkuat daya saing dan kapasitas anggotanya.
Puncak acara ditandai dengan pemotongan tumpeng, ritual simbolik yang membungkus janji diam-diam dalam balutan tradisi. Di tengah gema Tri Krama Adhyaksa, Satya, Adhi, Wicaksana, para jaksa mematri ulang kesetiaan terhadap sumpah profesi.
“Jiwa korsa itu pentingtanpa solidaritas, tanpa kebanggaan kolektif, kejaksaan bisa kehilangan rohnya,” ungkap Kajati Kepri.
Ia menutup sambutan dengan harapan, agar Persaja tetap menjadi pilar yang menegakkan integritas, mendampingi jaksa dalam badai zaman, dan terus membela kepentingan publik, bahkan ketika jalan keadilan terasa sunyi.
“Batam mencatat, sejarah berulang, di balik setiap potong tumpeng, ada pengabdian yang tak pernah pensiun,” pungkasnya.