Batam | Terdakwa Ahmad Rustam Ritonga, oknum pengacara di Batam terancam 5 tahun penjara atas kasus pencurian.
Sebelumnya, Wakil Ketua Peradi Batam itu ditangkap Polda Kepri atas kasus penggelapan uang senilai Rp8,9 miliar.
Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Batam, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marthyn Luther membacakan tuntutannya di persidangan.
Rustam dinyatakan terbukti melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama JPU terkait pencurian dengan pemberatan.
“Memohon majelis hakim untuk menjatuhkan terhadap terdakwa pidana penjara selama 5 tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan,” ujar JPU, Marthyn dalam persidangan, Kamis (28/11/2024).
Ia melanjutkan, tuntutan yang diberikan kepada Rustam berdasarkan fakta persidangan, keterangan 11 saksi, terdakwa, hingga barang bukti.
“Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian kepada korban, terdakwa berbelit belit di persidangan, meresahkan masyarakat, terdakwa tidak menyesali perbuatannya, dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU.
Meski demikian, terdapat hal yang meringankan, yakni terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
Dalam persidangan, Rustam bersama tim penasihat hukumnya meminta waktu untuk menyusun nota pembelaan atau pleidoi, yang rencananya akan disampaikan pada sidang berikutnya.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari penggelapan uang senilai Rp8,9 M di rekening mendiang Lim Siang Huat, Direktur PT Active Marine Industries (AMI).
Rustam diduga memanfaatkan akses internet banking untuk mentransfer uang dari rekening korban ke rekening pribadinya tanpa seizin pemilik atau ahli waris.
Modus yang dilakukan melibatkan modifikasi anggaran sebesar Rp8,9 miliar dengan dalih pembayaran jasa advokasi perusahaan.
Namun, pihak korban menyatakan tidak pernah memiliki perkara yang memerlukan jasa hukum tersebut.
Selain Rustam, kasus ini juga melibatkan Roliati, bagian keuangan PT AMI, yang saat ini sedang menjalani proses persidangan.
Pada persidangan sebelumnya, Rustam menyampaikan kesaksiannya di hadapan majelis hakim.
Ia mengaku ada kontrak yang disepakati dengan mendiang pada 8 Februari 2021 dengan durasi 20 tahun.
“Ada pembicaraan kontrak selama 20 tahun. Saya terpikir kenapa sebaik ini, langsung 20 tahun,” ujar Rustam, Selasa (26/11/2024) lalu.
Namun, pihak yang terlibat yakni Lim Siang Huat dalam kontrak meninggal dunia hanya 4 bulan setelahnya.
Kemudian majelis hakim menanyakan, apakah ada niatan untuk permasalahan ini segera diselesaikan, karena baru berjalan 4 bulan? Ia memberikan jawabannya.
“Diajak bermusyawarah namun keluarga dan anaknya tidak datang,” jawabnya.
Rustam mengatakan bahwa fee kontrak ini merupakan uang untuk pengelolaan bisnis yang menyangkut masa depan, termasuk anak-anak pihak almarhum.
“Tf mbanking itu inisiatif Roliati atau dirimu?,” tanya Hakim Tiwik.
Lalu ia menjawab bahwa tidak tahu apa-apa dalam proses pengiriman uang tersebut.
“Saya tidak tahu, tahu-tahu sudah ditransfer. Tidak ada pembicaraan. Saya menagih itu setelah 3 minggu setelah almarhum meninggal. Saya tidak tahu prosesnya karena 20 hari tak ada komunikasi dengan Roli,” jawab Rustam.
Transfer yang dilakukan menggunakan m-banking itu tidak jelas siapa yang menginisiasi.
“Seusai di transfer uang Rp8,9 M itu, ada Roliati menghubungi pembayaran sudah selesai,” katanya.
Lalu dalam persidangan, isi kontrak disebutkan adanya fee terkait pengelolaan bisnis.
Akan tetapi almarhum tidak menandatangani secara jelas persetujuan untuk fee senilai Rp8,9 M.